ANU

Karena “anu” sesuatu membutuhkan jawaban atau lupa sama sekali!

Kita punya kata “anu”. Anu adalah suatu yang tidak diketahui nama, atau sebutannya. Baik itu orang, benda dan sebagainya. Kadang, bisa merupakan sesuatu yang dirahasiakan. Teringat ada, terucapkan tidak, maka sering menjadi “anu’.

Si anu, barangkali anda, saya, atau dia. Bisa juga nama jalan, perempuan cantik atau hewan yang jika kita kelupaan menyebutnya, si anu di jalan anu bertemu perempuan cantik yang anu itu. Tetapi, kalau anu yang paling sensitif, bisa menyenggol ke pronografi, anu yang dibuka dari busananya. Maka, anu bisa menyebabkan gerah nilai-nilai, karena anugerah bukan berarti anu si anu gerah. Melainkan, anu menimbulkan gerah.

Ketika seseorang bertemu satu sama lain untuk pertama kali, tidak berkenalan, tidak bertegur sapa, tetapi kemudian sering bertemu, maka masing-masing di antara keduanya menjadi si “anu”. Kadang, saking kesalnya, si anu mengatakan anu yang lain berpembawaan dingin. Saya misalnya, oleh si anu, pernah dikatakan “dingin”. Padahal, saya merasa melihat wajah yang juga si anu, cukup hangat. Itu artinya, soal rasa hati untuk bersaudara atau berteman, masih memosikan kesemestian sehati masih dalam posisi tidak jelas, rabun orientasi sehingga sebagai anu masing-masing menjadi dingin. Saling melengah.

Anu bisa merupakan pintu terbuka, yang penutupnya memiliki makna tentang pentingnya kejelasan, identitas, informasi akurat serta definisi dengan pemahaman bahwa semua bermula dari anu. Ketika menjadi jelas, memiliki penamaan, si anu bisa menjadi Rina, Titi, Imung, Rio, Mak Kari, Wardi dan Vina. Atau, memiliki penamaan cinta, rindu, benci, kecewa. Bisa juga dia menjadi presiden, bandit, buya, penyair dan sebagainya. Kata “anu” memerlukan adalah kata ganti untuk sesuatu yang tidak ingat, tidak tahu, tidak jelas. Kebutuhannya, digantikan menjadi sesuatu yang jelas, punya nama, memiliki arti, bisa dideskripsikan.

Kalau Bapak anu korupsi, kemudian hukumnya masih “anu”, terbukti bersalah pun, realitanya tetap realita yang masih “anu’. Tidak bisa dideskripsikan secara gamblang, karena berputar pada pertikaian makna satu sama lain dalam ruang yang kabur. Kata “anu” menjadi penting, ia bisa ditemukan dalam kamus, karenanya ia selalu memiliki daya imaji untuk menyeliwerkan sesuatu dalam pikiran, ingatan serta pencitraan yang masih dalam tahap upaya pemastian.

Kata “anu” jelas bukan kata yang tidak penting, karena dalam realitas keseharian kita, itu sangat akrab. Orang gugup, tertekan, didesak untuk mengatakan sesuatu, anu menjadi ritma atau spasi yang bisa diselai untuk menyambung kata atau kalimat yang tersendat. Misalnya, begini: “Mhm…, anu, saya ti…tidd-dak anu, mhm…melakukannya…. Mhm, anu, maksud saya semua yang terjadi adalah huf… mhm…anu….” Orang yang tidak bisa merampungkan atau memetakan pikirannya, kadang kata “anu” menyela disadari atau tidak. Ada yang ketika mengingat sesuatu berkali-kali menyebut anu, sembari menepuk jidat sendiri, “Anu itu…, Ya Tuhan, lupa aku….”

Kadang sayang berpikir, bahwa setiap manusia lahir, terutama di Indonesia (di negeri asing anu entah apa pula, saya nggak tahu nyebutnya), disediakan kosa kata “anu” dalam memorinya. Semakin cerdas: sehat otak, pikiran, tenang lahir dan batin, kata “anu” bisa non aktif. Diminimalisir. Orang pikun, contoh gejala lain dari anu yang menguasai otak secara berlebihan dan serampangan.

Tetapi, ada anu yang sangat jelas. Misalnya, seorang menggesekkan jempol dengan dua jari telunjuk dan jari tengah sambil berkata, “Mhm…, anunya aman kan, Bos. Maksud saya, anu… pembeli rokok!” Ehem, anu bisa jadi apa saja, gelap, terang, isyarat atau misteri yang tak terungkap.

Anu adalah kata yang bisa ditarik kemana saja rasanya. Ketika Anda seorang tabib, punya resep memperbesar anu, katakanlah seperti Mak Erot, tentu setiap yang tidak percaya diri dengan ukuran anunya, atau punya masalah dengan anunya, akan memilih jalan memperbesar anu atau menyehatkan anu. Tapi, hati-hati, memperlakukan “anu” secara tidak sehat, serampangan, bisa membuat anu gerah dan malapetaka dalam diri. Karenanya, untuk menjadi sesuatu, pahamilah hal-hal yang masih “anu” dengan bijak dan cerdas. Maksud saya, menjadikan sesuatu yang masih atau telah terlanjut “anu” dalam diri kita sebagai tantangan untuk memelihara akal sehat. Atau, tetap dijebak anu, lalu tanpa sadar menjadi seperti dungu!

3 Responses to ANU

  1. afdal berkata:

    bang …tulisannya menarik buat saya…
    beberapa ada juga yang saya masukkan ke blog saya…seperti “HAO”….nga papa kan bang
    kunjungi juga dong bang blog ambo…ambo adiak kanduang dek si “an” “andre ajo”.

  2. afdal berkata:

    bang tulisan abang sangat menarik bagi ambo, beberapa ado yang ambo masuakan ka blog ambo, kunjungi juo blog amo yo bang, ambo afdal adiak kanduang dari si “an” andre ajo.

  3. […] kalo nanti kebanyakan “anu” … (sedikit pencerahan tentang “anu” bisa dibaca di blognya pak Yusrizal KW) dan kalau saya nyasar lagi ke admin panel blog ini […]

Tinggalkan komentar