POAK

Ada orang poak. Apa yang kita pernah, dia pernah pula. Apa yang kita lakukan, dia jauh lebih hebat dari apa yang pernah kita lakukan. Kalau kita mengaku bikin acara diresmikan dan dipuji gubernur, dia bilang dirinya sering telpon-telponan dengan gubernur. Motonya kurang lebih: apa lu pernah, gue lebih dari itu! Nantilah benar atau tidaknya. Yang penting, mulutnya bilang begitu, faktanya entah punya angguk atau tidak, tak penting betul. Yang jelas, poaknya begitu.

Kalau punya teman atau kenalan berperangai poak, itu artinya kita akan dapat hal-hal menguji batin, kecerdasan emosional kita. Sebab, orang ini suka meninggi, pantang ketinggalan, minimal dalam omong. Parahnya, dia selalu seakan lebih tahu dari orang. Kadang, bicara tentang diri kita di hadapan orang lain, dia merasa lebih tahu tentang kita dibanding kita yang punya diri. Poak, kan?

Poak kurang lebih bermakna suka melebih-lebihkan diri, ongeh, arogan dan pantang kalah. Kalau ngobrol, tak mau mendengar orang. Ketika giliran orang bicara, diam dia bukan karena dia mendengar untuk memahami orang bicara. Melainkan, karena ia tak sabaran ingin cepat menyambung apa yang ia katakan sebelum kita bicara, menunggu di saat kapan harus memotong dan berkata-kata lebih panjang dan menjengahkan kita.

Kita sering bertemu orang poak. Berjanji sama gampangnya dengan sendawa atau terkentut. Giliran menepatinya, ia bagai orang masuk angin. Dikerok dulu baru sendawa atau terkentut. Kadang sudah dikerok, sendawa tidak terkentut pun tak. Gila. Manusia dengan perangai poak, kadang kalau punya sekretaris dan bendahara, sekretaris dan bendaharanya pun terpaksa menyesuaikan dengan kepoakannya sebagai bos. Cuma parahnya, banyak sekretaris dan bendahara atau manajer keuangannya, lebih poak lagi dari bosnya. Artinya, akan lebih celaka kita, jika sang pemimpin menularkan kepoakkannya kepada bawahannya, apalagi kepada mereka yang merasa elit. Di berbagai kalangan, level sosial mana pun, orang poak juga ada. Bukankah, poak merupakan keberagaman perangai kita, yang satu sama lainnya harus menerima atau menolak.

Orang berperilaku “poak”, teman kita atau pasangan hidup kita lagi, tentu membuat sesak napas. Banyak bentuk dan rupa poak. Suka menarik perhatian orang alias MPO, poak juga namanya. Nah, kurang lebih poak ini, bentuk lain kurang percaya diri, atau menilai gengsi atau sesuatu gensi atau citra diri ditentukan oleh sejauhmana kita hebat dimata dan ingatan orang tanpa mesti dibuktikan orang lain. Kalau begitu pikirannya, memang poak.

Kalau dia, orang poak, jadi gubernur misalnya, maka dia akan menjadi gubernur poak. Pantang dikritik. Mengupayakan pencitraan, agar dianggap bersih, berhasil, jujur, mengabdi, yang semuanya ia bilang demi rakyat. Kalau kita teliti, dia ketahuan tidak jujur, kurang mengabdi untuk kepentingan rakyat, tidak banyak melakukan perbaikan dan perubahan, tetapi dapat penghargaan, di luar dibilang hebat dan di dalam negerinya ia ditertawakan rakyat, ini poak juga namanya. Tentu, yang memberi penghargaan, juga poak. Poak, juga bisa bermakna, melakukan sesuatu untuk cari nama, tidak berlndaskan prestasi atau kemampuan yang objektif. Poak juga bisa bermakna, memberi sesuatu untuk yang membutuhkannya, tak perlu benar atau salah, yang penting sesama “orang poak” harus saling mengisi. Kamu isi aku dengan ini, aku isi kamu dengan itu.

Kalau sebagai rakyat, kita rakyat “poak”, maka kita akan menganggap pemimpin kita yang pas itu ya poak-poak gitulah. Kalau mau cari presiden, gubernur, bupati/walikota, camat, lurah, RW/RT, cari yang poak. Cuma, masalhnya, kalau kita semua sudah poak, berjalan tidak di atas dan berdasarkan kenyataan dan logika hidup serta kekuatan akal sehat, mencari yang poak sangat susah di antara banyak yang poak.

Bagaimana, kalau kita coba memperluas makna poak ini, sehingga kita tahu, menjadi tidak poak adalah sesungguhnya sebuah kearifan yang menjaganya.
Halaman STRES! Harian Pagi Padang Ekspres, Edisi 11 Maret 2007

10 Responses to POAK

  1. nandarson berkata:

    Ini POAK yang tidak poak. Memberi makna poak memang harus menunjukkan contoh ke’poak’an itu sendiri. rancak bana da. Salam dari Batam.

  2. Ersis W. Abbas berkata:

    Ha ha ‘poak’? A bialah nan poak jadi poak nan pantiang jaan ditiru jo dilakukan. Baa kaba Padang?

  3. Ken Dee NBL berkata:

    Salam dari Jambi

  4. gama berkata:

    menarik yang ‘poak’ ko om!

  5. Wempi berkata:

    Poak, penyakit yang susah disembuhkan…
    di bilangin tambah menjadi-jadi…
    jadi diemin aja….

  6. sonialis berkata:

    p.o.a.k. empat huruf (dua vokal, dua konsonan). ada yang senang berpoak ria. dan senang pula dicap poak. bangga. ada juga yang sakit hati dikatakan poak. walaupun tetap saja bertabiat poak. mungkin tak sadar saat berpoak ria. hahahha

    gimana yach…. poak itu kan eksistensi be? gak poak, gak dihitung orang. eh, ternyata lu ada toh. begitulah kira kira, kenapa orang bisa poak.

    Ada kok be, makanan bernama poak ini. enak malah. di dalamnya ada gulo saka, dibalut tepung gandum yang setelah direbus lantas digoreng. pasti be, belum pernah nyobainnya, kan? Sama!

  7. anakkritis berkata:

    mm.. Taragak juo bilo2 sharing jo OM KW

    iman

  8. Pakde berkata:

    Masuk kategori poak nggak nih?
    “Saya tadi bikin a, b , c , d sampai z” padahal yang bikin a, b , c , d sampai z nya itu orang lain. Terus solusinya gimana biar nggak poak tuh orang…?

  9. timur matahari berkata:

    maafkan
    aku ingin berguru…
    ajari aku
    menjadi aku (paling tidak)
    atau mungkin jejak langkah
    yang kau tapak
    ku pijak dengan tapak ku
    ajari aku
    mengenal”nya”
    membenamkan diriku hingga padu
    sepenggal kepala (pun jadilah)
    tubuhku merasakannya saja sudah cukup
    sampai aku bisa perlahan menyelaminya
    hingga ke ubun-ubun

Tinggalkan komentar